Kasusnya Tentang Pencabulan Anak dibawah Umur
PEMBAHASAN
Anak adalah
generasi penerus bangsa. Kehadiran mereka merupakan pelipur lara bagi setiap
orang tua. Setiap orang tua mengharapkan anak-anak yang mereka lahirkan dapat
menjadi anak yang berguna bagi keluarga, agama, bangsa dan negara. Tapi,
bagaimana jadinya jika seorang anak malah melakukan hal yang bertentangan
dengan norma kesusilaan dan norma agama. banyak sekali anak-anak yang terlibat
dalam tindak pidana kejahatan seksual, baik itu anak sebagai korban kejahatan
seksual maupun anak sebagai pelaku kejahatan seksual. Perilaku menyimpang si
anak ini, tentunya berawal dari rasa penasaran, kemudian mereka berusaha untuk
mencari tahu apa itu seks dengan cara mereka sendiri tanpa didampingi oleh
orang tua. Setelah itu mereka akan mencoba untuk mempraktekkan setiap adegan
dalam film yang mereka tonton dengan teman lawan jenisnya.
Pencabulan
merupakan suatu peristiwa yang menjadi sorotan saat ini, terutama karena
sekarang ini banyaknya kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak.
Anak memiliki pribadi yang sangat unik, dimana anak mampu bertindak sesuai
dengan perasaan, pikiran dan kehendaknya sendiri. Tetapi, tentu saja lingkungan
juga akan iku mempengaruhi perkembangan pribadi dari si anak. Oleh karena,
setiap anak berhak untuk mendapatkan tempat tumbuh yang layak, jauh dari segala
hal yang memberikan efek negatif terhadap perkembangan pribadinya. Dalam
menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, termasuk
anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, hakim wajib untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan si anak terutama hak-haknya sebagai seorang anak.
Konstitusi Indonesia, UUD 1945 sebagai norma tertinggi menggariskan bahwa, “setiap
anak berhak atas kelangsungan hidup, tubuh dan berkembang, serta berhak atas
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Namun
demikian, hakim tetap harus mempertimbangkan bahwa Anak yang berkonflik dengan
hukum masihlah seorang anak-anak denga memperhatikan latar belakang terjadinya
tindak pidana dan nilai-nilai keadilan, maka hakim dapat memberikan sanksi
berupa tindakan kepada Anak yang Berkonflik dengan Hukum.
Bentuk sanksi
tindakan yang diberikan kepada Anak yang Berkonflik dengan Hukum, antara
lain14:
a. Pengembalian
kepada orang tua/Wali,
b. Penyerahan
kepada seseorang,
c. Perawatan
di rumah sakit jiwa,
d. Perawatan
di LPKS,
e. Kewajiban
mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah
atau badan swasta,
f. Pencabutan
surat izin mengemudi, dan/atau
g. Perbaikan
akibat perbuatan pidana.
Sudarto
mengemukakan bahwa di dalam peradilan anak terdapat aktivitas pemeriksaan dan
pemutusan perkara yang tertuju pada kepentingan anak, yaitu segala aktivitas
yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya, harus didasarkan
pada suatu prinsip ialah demi kesejahteraan anak dan kepentingan anak15 UUSPPA
pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak-hak Anak yang Berkonflik dengan
Hukum. Perlindungan hak-hak Anak yang berkonflik dengan hukum ini sebagai
bentuk implementasi keadilan restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan
melalui upaya Diversi bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum.
Sementara itu,
pengertian Diversi berdasarkan Pasal 1 Angka 7 UUSPPA, sebagai berikut:
“Diversi
adalah pengalihan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan
pidana ke proses di luar peradilan pidana”.
Dalam sistem
peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi mulai dari tingkat penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan perkara di persidangan. Tujuan diupayakannya diversi
termasuk dalam Pasal 6 UUSPPA, yaitu:
a. Mencapai
perdamaian antara korban dan Anak,
b. Menyelesaikan
perkara Anak di luar proses peradilan,
c. Menghindarkan
Anak dari perampasan kemerdekaan,
d. Mendorong
masyarakat untuk berpartisipasi, dan
e. Menanamkan
rasa tanggung jawab kepada anak.
Hal ini diatur
dalam Pasal 7 ayat (2) UUSPPA, yang menyebutkan bahwa diversi hanya dapat
diupayakan terhadap tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7
(tujuh) tahun dan bukan merupakan pengulangan tindak pidana. Dalam kasus tindak
pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak yang melanggar Pasal 76E UUPA, maka
diversi tidak dapat diupayakan, karena dalam kasus ini bagi pelanggar Pasal 76
UUPA dijerat dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda
paling banyak Rp 5.000.000.000,- (lima milyar rupiah) (Pasal 82 ayat (1) UUPA).
KESIMPULAN
Tapi,
bagaimana jadinya jika seorang anak malah melakukan hal yang bertentangan
dengan norma kesusilaan dan norma agama. banyak sekali anak-anak yang terlibat
dalam tindak pidana kejahatan seksual, baik itu anak sebagai korban kejahatan
seksual maupun anak sebagai pelaku kejahatan seksual. Pencabulan merupakan
suatu peristiwa yang menjadi sorotan saat ini, terutama karena sekarang ini
banyaknya kasus tindak pidana pencabulan yang dilakukan oleh anak. Dalam
menjatuhkan sanksi pidana terhadap anak yang berkonflik dengan hukum, termasuk
anak yang melakukan tindak pidana pencabulan, hakim wajib untuk memperhatikan
kebutuhan-kebutuhan si anak terutama hak-haknya sebagai seorang anak. Sudarto
mengemukakan bahwa di dalam peradilan anak terdapat aktivitas pemeriksaan dan
pemutusan perkara yang tertuju pada kepentingan anak, yaitu segala aktivitas
yang dilakukan oleh polisi, jaksa, hakim dan pejabat lainnya, harus didasarkan
pada suatu prinsip ialah demi kesejahteraan anak dan kepentingan anak15 UUSPPA
pada dasarnya bertujuan untuk melindungi hak-hak Anak yang Berkonflik dengan
Hukum. Perlindungan hak-hak Anak yang berkonflik dengan hukum ini sebagai
bentuk implementasi keadilan restoratif (Restorative Justice) yang dilakukan
melalui upaya Diversi bagi Anak yang Berkonflik dengan Hukum. Dalam sistem
peradilan pidana anak wajib diupayakan diversi mulai dari tingkat penyidikan,
penuntutan dan pemeriksaan perkara di persidangan. Hal ini diatur dalam Pasal 7
ayat (2) UUSPPA, yang menyebutkan bahwa diversi hanya dapat diupayakan terhadap
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara dibawah 7 (tujuh) tahun dan
bukan merupakan pengulangan tindak pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar