PUTUSAN HAKIM TERHADAP TINDAK
PIDANA PEMBUNUHAN YANG
BERLATAR BELAKANG CAROK DI
SAMPANG MADURA
Oleh
Mahmudi
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), tidak mengenal istilah pedoman
pemidanaan bagi Majelis Hakim yang menjatuhkan pidana bagi nara pidana, baik
pidana mati, pidana seumur hidup maupun pidana lainnya yang diputuskan oleh
Majelis Hakim. Kita
Undang-undang Hukum Pidana yang merupakan warisan dari zaman kolonial, hanya
mengenal istilah pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan putuusannya,
yaitu pertimbangan yang memberatkan bagi terdakwa dan pertimbangan yang
meringankan dalam putusannya, hal seperti inilah yang menjadi dasar
pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana bagi terdakwa, oleh karena itu
Hakim tidak memberikan standar penjatuhan pidana bagi terdakwa yang melakukan
tidak pidana. Maka dari itu Hakim dalam menjatuhkan putusan bagi terdakwa harus
melihat dan memperhatikan asas yang terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yaitu asas legalitas. Berbeda dengan dengan
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), konsep Rancangan Undang-undang 17 Kitab
Undang-undang Hukum Pidana (RUU KUHP) tahun 2006, dicantumkan atau di tentukan
pedoman pemidanaan, hal tersebut diharapkan agar menjadi pedoman pemidanaan
bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan pidana bagi terdakwa, sehingga tercapai
tujuan pemidanaan yang adil bagi masyarakat.
Dari tidak adanya tujuan dan pedoman pemidanaan
didalam Kitab Undangundang Hukum Pidana (KUHP) yang menjadi dasar dan panutan
oleh Hakim dalam menjatuhkan suatu pidana bagi terdakwa, hal tersebut
sering menjadi perbincangan dikalangan akademisi dan juga dikalangan praktisi
hukum, yaitu penjatuhan pidana atau penerapan pidana kepada pelaku tindak
pidana yang mana stiap putusan Hakim selalu berpedoman kepada Undang-undang
yang berlaku saat ini dan Hakim tidak menggali nilai-nilai budaya yang hidup
dalam masyarakat.
Pembunuhan yang terjadi di
masyarakat Sampang yang penulis telah menjelaskan sebelumnya, jika ditarik
kepada suatu pemahaman ialah, tujuan dan pedoman pemidanaan diformulasikan
bukan untuk menghapus tindak pidana yang terjadi saat ini melainkan dapat
dipertanggung jawabkan, karena dalam pemidanaan mengandung suatu permasalahan
yang amat komplek dan juga mengandung suatu makna yang sangat mendalam, baik
hal tersebut bersifat yuridis, sosiologis maupun yang bersifat filosofis.
Penjatuhan pidana pada kasus pembunuhan yang ada di Pengadilan Negeri Sampang,
apabila kita cermati secara seksama, Hakim dalam menjatuhkan putusan mengacu kepada Kitab Undangundang Hukum
Pidana, maskipun Hakim dalam menjatuhkan Putusannya itu mengacu kepada
Undang-undang yang berlaku saat ini dan Hakim tindak melihat penyebab
terjadinya pembunuhan yang dilakukan itu.
Menurut Syihabuddin. beliau
sebagai salah satu ketua Majlis Hakim yang mengadili perkara pembunuhan dan
juga beliau sebagai Humas di Pengadilan Negeri Sampang. Tidak ada perkara yang
sama maskipun faktor dan latar belakangnya itu sama, yaitu tentang pembunuhan.
Semua perkara itu mempunyai khas tersendiri dalam melakukan tindakan pidana.
Adapun Pasal yang dijatuhkan oleh Hakim terhadap pelaku tindak pidana
pembunuhan, Hakim akan melihat
seperti apa dan bagaimana cara membuktikan di pengadilan oleh Jaksa Penuntut
Umum dan juga motif melakukan pidananya, Hakim dalam menilai suatu alat bukti
dan juga menilai dari keterangan saksi semua Hakim mempunyai krakter dan
pemahaman yang berbeda, dari situlah Hakim akan memperoleh pertimbangan dan
keyakinan dalam menjatuhkan suatu pidana dan Hakim tindak mempertimbangkan budaya
carok sebagai aturan atau pertimbangan dalam menjatuhkan putusan pidana kepada
pelaku tindak pidana pembunuhan yang ada di Sampang.
Hakim dalam menjatuhkan pidana
ringan atau berat terhadap pelaku pembunuhan yang berkaitan dengan carok.
Artinya, meskipun tindak pembunuhan dalam kasus carok termasuk tindak kejahatan
karena menghilangkan nyawa orang, maka Hakim juga harus mempertimbangkan
nilai-nilai atau norma-norma hukum yang berlaku di masyarakat dan sifat baik
pelaku. Misalnya, norma yang
berlaku di Madura ialah seorang yang pengganggu istri orang harus dibunuh,
karena perbuatan tersebut melecehkan harga diri dan seluruh keluarga. Pada
sebagian besar masyarakat Madura, nilai-nilai hukum yang ada di masyarakat
tersebut dijunjung tinggi dan berlaku sampai saat ini dengan tujuan untuk
mempertahankan hak-haknya dari gangguan orang lain, sehingga hal tersebut
menjadi pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana kepada terdakwa pelaku
pembunuhan yang berlatar belakang carok.
Tujuan dan pedoman pemidanaan
disamping untuk meminimasir disparitas pidana yang terjadi saat ini juga untuk
mencegah timbulnya suatu ketidak percayaan antara terpidana yang bersama-sama
melakukan tindak pidana yang sama namun menerima saksi hukuman yang berbeda.
Kepercayaan ini menjadi suatu hal yang sangat penting khususnya kepercayaan
terhadap hukum, sehingga dengan adanya suatu kepercayaan ini akan terwujud
suatu ketaatan hukum yang ada dikalangan masyarakat.
Sumber:
ANALISIS ARTIKEL
1.
Termasuk
kedalah Legal Reasoning adalah pencarian “reason” tentang hukum atau
pencarian dasar tentang bagaimana seorang hakim memutuskan suatu perkara/kasus
hukum yang dihadapinya.
Analisa dari artikel di atas.
Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP), tidak mengenal istilah pedoman pemidanaan bagi Majelis Hakim yang
menjatuhkan pidana bagi nara pidana, baik pidana mati, pidana seumur hidup
maupun pidana lainnya yang diputuskan oleh Majelis Hakim.
2. Hal tersebut termasuk ke dalam
manfaat penalaran hukum dan logika dalam memutuskan suatu masalah atau pekara.
Hakim dalam menjatuhkan putusan
mengacu kepada Kitab Undangundang Hukum Pidana, maskipun Hakim dalam
menjatuhkan Putusannya itu mengacu kepada Undang-undang yang berlaku saat ini
dan Hakim tindak melihat penyebab terjadinya pembunuhan yang dilakukan itu.
3. Analogi
Analogi adalah
proses penalaran untuk menarik kesimpulan tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat
esensia y6ang bersamaan.
Pembuktian
dari kalimat diatas :
Hakim akan
melihat seperti apa dan bagaimana cara membuktikan di pengadilan oleh Jaksa
Penuntut Umum dan juga motif melakukan pidananya, Hakim dalam menilai suatu
alat bukti dan juga menilai dari keterangan saksi smua Hakim mempunyai krakter
dan pemahaman yang berbeda, dari situlah Hakim akan memperoleh pertimabngan dan
keyakinan dalam menjatuhka suatu pidana dan Hakim tindak mempertimbangkan
budanya carok sebagai aturan atau pertimbangan dalam menjatuhkan putusan pidana
kepada pelaku tindak pidana pembunuhan yang ada di Sampang.
4. Silogisme
Silogisme kategorik adalah
silogisme yang premisnya da konkulasinya adalah proposisi kategorik.
Jika mengganggu istri orang di
Madura harus dibunuh (premis mayor)
Seseorang “A” adalah pengganggu
istri orang di Madura (premis minor)
Jadi Seseorang “A” pasti dibunuh
(kesimpulan)
Silogisme hipotetik adalah
argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik yang mengingkari atau mengakui antecedent dan
konsekwensinya.
Jika seseorang dibunuh maka orang
tersebut menganggu istri orang dimadura (premis mayor)
Seseorang hidupnya akan tenang
dan bebas (premis minor)
Jadi sesorang tidak akan dibunuh
jika tidak mengganggu istri orang (kesimpulan)
5. Silogisme
Silogisme kategorik adalah
silogisme yang premisnya da konkulasinya adalah proposisi kategorik.
Jika mengganggu istri orang di
Madura harus dibunuh (premis mayor)
Seseorang “A” adalah pengganggu
istri orang di Madura (premis minor)
Jadi Seseorang “A” pasti dibunuh
(kesimpulan)
Silogisme hipotetik adalah
argument yang premis mayornya berupa proposisi hipotetik sedangkan premis minornya
adalah proposisi katagorik yang mengingkari atau mengakui antecedent dan
konsekwensinya.
Jika seseorang dibunuh maka orang
tersebut menganggu istri orang dimadura (premis mayor)
Seseorang hidupnya akan tenang
dan bebas (premis minor)
Jadi sesorang tidak akan dibunuh
jika tidak mengganggu istri orang (kesimpulan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar